Senin, 28 Juni 2010

Hakikat Penyuntingan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan komunikasi untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Boleh dikatakan, tiada hari dalam hidup kita yang terlewat tanpa komunikasi. Dalam berkomunikasi, terjadi penyaluran informasi dari satu pihak kepada pihak lain melalui sarana tertentu. Sarana ini tentu saja beragam bentuknya, mulai dari yang paling sederhana seperti bahasa tubuh, sampai yang paling canggih seperti internet. Salah satu sarana komunikasi yang sudah akrab dengan kehidupan kita adalah media massa, baik media cetak maupun elektronik.
Secara umum, media massa menyampaikan informasi yang ditujukan kepada masyarakat luas. Karena ditujukan kepada masyarakat luas, maka informasi yang disampaikan haruslah informasi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, atau yang menarik perhatian mereka
Agar informasi dapat sampai ke sasaran (khalayak masyarakat) sesuai yang diharapkan, maka media massa harus mengolah informasi ini melalui proses kerja jurnalistik. Dan informasi yang diolah oleh media massa melalui proses kerja jurnalistik ini merupakan apa yang selama ini kita kenal sebagai berita. Secara umum, kita dapat menyebutkan bahwa media massa merupakan sarana untuk mengolah peristiwa menjadi berita melalui proses kerja jurnalistik.
Dengan demikian, jelaslah bahwa peristiwa memiliki perbedaan yang sangat konseptual dengan berita. Peristiwa merupakan kejadian faktual yang sangat objektif, sementara berita merupakan peristiwa yang telah diolah melalui bahasa-bahasa tertentu, dan disampaikan oleh pihak tertentu kepada pihak-pihak lain yang memerlukan atau siap untuk menerimanya.
Agar informasi yang ingin disampaikan kepada masyarakat dapat diterima dengan baik. Maka salah satu proses kerja jurnalistik adalah bagian peyuntingan. Bagian ini bertugas khusus dalam hal yang berkaitan langsung dengan naskah yang akan diterbitkan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan cermat dan seksama oleh penyunting adalah masalah ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta, legalitas, konsistensi, gaya penulis, konvensi penyuntingan naskah, dan gaya penerbit/gaya selingkung.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang disamapaikan pada latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang dihadapi.
1. Bagaimana latar belakang penyuntingan?
2. Apa hakikat penyuntingan?
3. Apa tujuan penyuntingan?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Dari latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan di atas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan penulisan makalah ini.
1. Mengetahui latar belakang penyuntingan.
2. Mengetahui secara jelas hakikat penyuntingan.
3. Mengetahui tujuan dari kegiatan penyuntingan.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1 LATAR BELAKANG PENYUNTINGAN
Menjadi seorang penyunting (editor) ternyata bukanlah tugas yang biasa saja. Jika ingin menyandang jabatan itu, seseorang harus memikirkan bahwa dia memiliki tanggung jawab untuk melengkapi dirinya dalam dunia yang luas, yaitu dunia literatur. Jadi, seorang penyunting tidak hanya bermodal ejaan yang baik dan benar saja, akan tetapi harus memiliki "beban" sebagai seorang penyunting yang baik dan benar pula.
"Buku Pintar Penyuntingan Naskah" yang ditulis oleh Pamusuk Eneste benar-benar dapat dijadikan salah satu referensi bagi para penyunting, khususnya yang baru saja menggeluti bidang ini. Isinya tidak hanya hal-hal teknis seputar penyuntingan, akan tetapi beberapa bab menjelaskan mengenai tugas-tugas, syarat, dan hal-hal yang harus diperhatikan seorang editor. Bagian-bagian tersebut dapat membangkitkan semangat untuk lebih mengembangkan diri atau untuk menguji apakah saat ini seseorang telah menjadi editor yang baik dan benar.
Dalam menjaga kemantapan atau bahkan peningkatan mutu berkala, fungsi penyaring harus dijalankan ketat walaupun dalam pelaksanaanya dapat dilakukan baik secara pasif maupun aktif. Begitu sautu berkala ilmiah terbit, secara tidak langsung telah tercipta saringan terhadap karangan yang akan dimasukkan. Dari nomor perdata suatu ilmiah berkala sudah dapat terbaca ruang lingkup bidang , kedalaman spesialisasi, macam bahasa sebaran dan cakupan.
Geografi, keteknisan, serta corak pembaca yang menjadi sasarannya. Petunjuk penulis merupakan saringan kedua sebab hanya karangan yang sesuai dengan petunjuk tadi diterima untuk diterbitkan. Saringan ketiga dilakukan secara aktif oleh penyaring dengan menelaah nilai dan kadar ilmiah dwn mgengevakuasi makna sumbangannya untuk memajuk,an ilmu dan teknologi. Hanya karangan ilmiah yang lolos bentuk saringan ini yang diproses lebih lanjut untuk di terbitkan.
Untuk mencapai semua sasaran prsyaratan yang dibakukan ini menjadi hak para penyunting untuk memperbaiki , merevisi, mgengatur kembali isi dan menyelaraskan atau terkadang mengubah gaya karya ilmiah yang ditujukan dseseorang untyuk diterbitkan dalam berkala yang diasuhnya.
Perlu ditekankan sekali lagi bahwa tugas penyunting karya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yang siap , dan menawasi pelaksaan segi teknis sampai naskah tadi . penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas masalahkeuangan, penyebaluasan serta pengelolaan suatu penerbitan. Para penyunting bertanggung jawab atas isi dan bukan atas produksi bahan yang diterbitkan.
Untuk memapankan peran danm kedudukan penyunting sebagai agen yang ikut berperan dalam memajukkan ilmu dan teknologi. Sebagai sepak terjang kegiatan penyunting haruslah didasarkan pada seperangkat kode etik cara bersikap dan bekerja. Kesadaran akan fungsi terhormat yang harus diisinya diharapkan menumbuhkan tebinanya korps penyunting dan mitra bestari yang terandalkan. Berikut ini adalah rangkuman berbagai sikap dan cara kerja yang sangat doisarankan dipatuhi dalam penyunting dalam menurunkan tugas dan fungsinya.
Buku pintar ini juga memberikan tuntunan kepada para penyunting tentang pentingnya setiap proses penyuntingan. Seperti, proses Pra penyuntingan naskah yang meliputi pengecekan kelengkapan naskah, ragam naskah, daftar isi, bagian-bagian bab, ilustrasi/tabel/gambar, catatan kaki, informasi mengenai penulis, dan membaca naskah secara keseluruhan.
Dalam proses penyuntingan itu sendiri, yang perlu diperhatikan dengan cermat dan seksama oleh penyunting adalah masalah ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta, legalitas, konsistensi, gaya penulis, konvensi penyuntingan naskah, dan gaya penerbit/gaya selingkung.
Tidak kalah pentingnya juga proses pasca penyuntingan naskah. Dalam proses ini setiap editor harus memeriksan kembali kelengkapan naskah, nama penulis, kesesuai daftar isi dan isi naskah, tabel/ilustrasi/gambar, prakata/kata pengantar, sistematikan tiap bab, catatan kaki, daftar pustaka, daftar kata/istilah, lampiran, indkes, biografi singkat, sinopsis, nomor halaman, sampai siap diserahkan kepada penulis atau penerbit.
Ternyata tidak begitu sederhana juga tugas seorang penyunting naskah itu, bukan? Semua membutuhkan kemauan dan kerja keras untuk dapat menjdi penyunting yang baik dan benar. Semua kerja keras itu bahkan tidak boleh berhenti pada satu puncak, harus terus ditingkatkan hari demi hari.


2.2 HAKIKAT PENYUNTINGAN
Penyuntingan berasal dari kata dasar sunting melahirkan bentuk turunan menyunting (kata kerja), penyunting (kata benda), dan peyuntingan (kata benda).
Kata menyunting bermakna (1) mempersiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi istematika penyajiannya, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat); mengedit; (2) merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun dan merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 2001 : 1106)
Orang yang melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting, yaitu orang yang bertugas menyiapkan naskah (KBBI, 2001:1106). Selanjutnya kata penyunting bermakna proses, cara, perbuatan sunting-menyunting; segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan menyunting; pengeditan. Dengan demikian, penyuntingan naskah adalah pross, cara, perbuatan menyunting naskah
Berdasarkan perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari perkataan latin “ redigore “ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua perkataan inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan, menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan demikian istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah yang di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya lebih sering di pakai orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasa belanda “ Redactic”
Konotasi yang berkembang di Indonesia lebih mengaitkan istilah redaksi pada surat kabar dan majalah berkala. Istilah ini sulit diterima untuk kegiatan seperti mempersiapkan buku buat penerbitan, atau pemeriksaan tugas tesis mahasiswa sebelum diuji. Perkataan pnyuntingan yang bari digali dari kosakata pribumi itu dianggap lebih neutral untuk memenuhi berbagai keperluan yang maksudnya semakin luas. Oleh karena itu, penyuntingan dapat didefenisikan sebagai orang yang mengatur, memperbaiki, merevisi, mengubah isi dan gaya naskah orang lain, serta menyesuaikan dengan suatu pola yang dilakukan untuk kemudian membawanya ke depan umum dalam bentuk terbitan.
Pekerjaan penyuntingan karya ilmiah untuk diterbitkan bukanlah pekerjaan yang ringan sehingga tidak dapat dijadikan kegiatan sampingan. Namu , sudah bukan rahasia lagi bahwa penyuntingan berkala tidak pula pekerjaan berat. Pada pihak lain penyuntingan menuntut banyak dari seseorang, sebab disamping itu secara sempurna menguasai bidang. Umumya ia harus mempunyai kesempurnaan bahasa yang tinggi. Selanjutnya ia pun perlu memahami gaya penyuntingan dan proses penerbitan ataupun redaksi penernbitan karya termaksud. Oleh karena itu, untuk dapat memenuhi fungsinya dengan baik seorang penyunting haruslah mempunyai modal waktu, kemauan, kemampuan, dsiplin kerja serta pemahan teori.
Karena pentingnya fungsi penyunting sebagai penghubung, haruslah tersedia saluran akrab dan terbuka diantara penulis-penyunting-pembaca. Semuanya harus satu nada, satu irama, dan satu gelombang. Keselarasan tersebut akan sangat menentukan keteraturan isi karya yang disusun oleh penulis, kemudian diolah penyunting dan dikeluarkan penerbit serta akhirnya di telaah pembaca. Pengaturan dan penyelarasan semua parameter tadi berada di tangan penyunting yang kemudian menghasilkan berbagai kategori terbitan berkala.
Menjadi hak penyunting untuk menggariskan dalam menentukan tingkat keteknisan berkala yang diasuhnya. Begitu pula para penyuntinglah yang memutuskan bentuk penampilan majalah, besar ukuran kertas, tata letak dan perwajahan, serta tebal atau jumlah halaman per nomor atau per jilid. Dalam mengeluarkan petunjuk pada calon penyumbang naskah, para penyunting majalah bermaksud telah memformulasikan gaya selingkung yang mutlak harus diisi demi kekosistenannya. Tetapi, begitu pola ditetapkan, menjadi kewajiban penyunting pula untuk menjaga kemantapan semua yang telah digariskan tadi.
Penyuntingan bermaksud mengenal pasti masalah yang terdapat dalam taipskrip dan menyelesaikannya. Penyuntingan melibatkan tugas-tugas menulis semula, menyusun semula, melengkapkan, membaiki dan menyelaraskan taipskrip bagi mengawal dan meningkatkan mutunya untuk tujuan penerbitan.
Untuk bisa menjadi seorang editor atau penyunting yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh penyunting. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
1. Editor hendaklah mempunyai kelayakan dan pengetahuan dalam bidang yang dinilai.
2. Mempunyai waktu yang cukup untuk menilai taipskrip dalam tempoh yang ditentukan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka.
3. Bertanggungjawab terhadap laporan penilaiannya.

2.3 TUJUAN PENYUNTINGAN
Tujuan Penyuntingan yang dilakukan oleh para penyunting adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjadikan taipskrip sebagai karya yang sempurna yang dapat dibaca dan dihayati dengan mudah oleh pembaca apabila diterbitkan kelak.
2. Untuk memastikan isi dan fakta taipskrip berkenaan disampaikan dengan jelas, tepat, dan tidak bercanggah atau menyalahi agama, undang-undang, etika dan norma masyarakat.
3. Untuk memastikan pengaliran atau penyebaran idea daripada penulis kepada pembaca dapat disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah dan menarik.
4. Untuk menjadikan persembahan e-buku yang akan diterbitkan itu dapat menggambarkan nilai dan identiti karya itu sendiri sehingga dapat menarik minat pembaca.
5. Menonjolkan identiti penerbit dengan memastikan e-buku itu menepati gaya penerbitan penerbit.
Dalam penyuntingan, kita mengenal dua tahap penyuntingan, yaitu penyuntingan substansif dan penyuntingan kopi. Berdasarkan tahap-tahap penyuntingan yang ada, maka ada beberapa tujuan lain dari penyuntingan.
1. Penyuntingan Substantif
Tujuan penyuntingan subtantif dilakukan adalah untuk memastikan hasrat atau idea penulis dapat disampaikan setepat, sepadat, dan sejelas yang mungkin. Semasa membuat penyuntingan subtantif, editor akan membaca taipskrip sepintas lalu dengan memberikan tumpuan kepada kandungan, pendekatan secara menyeluruh, bahasa, susunan atau konsep taipskrip berkenaan.
Berdasarkan penelitian tersebut, editor akan membuat teguran dan cadangan kepada penulis untuk sama ada melengkapkan taipskrip, menulis semula, menyusun semula, menggugurkan atau memotong bahagian teks atau ilustrasi yang tidak perlu, dan membuat tambahan.
Berikut ialah perkara yang perlu diteliti semasa penyuntingan substantif:
* Tajuk tepat dan jelas
* Pembahagian bab dan tajuk kecil jelas
* Adanya kesinambungan antara bahagian, bab dan paragraf.
* Keseimbangan antara setiap bab dan paragraf.
* Taipskrip tidak bercanggah dengan undang-undang, moral dan agama.
* Penguasaan bahasa.
* Keselarasan istilah dan ejaan.
* Bahan awalan, teks dan akhir hendaklah lengkap mengikut halaman
kandungan.
* Memastikan fakta tepat, mencukupi dan fakta yang tidak relevan tidak dimasukkan.
* Petikan bahan daripada karya lain telah mendapat keizinan.

2. Penyuntingan Kopi
Tujuan penyuntingan kopi adalah untuk menghapuskan semua halangan yang wujud antara pembaca dengan apa yang hendak disampaikan oleh penulis. Penyuntingan kopi memerlukan perhatian yang teliti terhadap setiap butiran di dalam taipskrip.
Editor perlu berpengetahuan tentang apa yang patut disunting dan gaya yang patut diikuti di samping mempunyai kebolehan untuk membuat keputusan dengan cepat, lojik, dan yang boleh dipertahankan. Semasa membuat suntingan kopi, editor akan membaca taipskrip berkenaan dengan teliti, iaitu membaca perkataan demi perkataan, ayat demi ayat, baris demi baris dan kadang-kadang melihat huruf demi huruf. Kebanyakan daripada masa penyuntingan itu, editor akan berurusan dengan hal penyusunan, bahasa dan kebolehbacaan taipskrip itu.
Tahapan dalam penyuntingan kopi:
• Membuat penyuntingan baris demi baris.
• Memberi tumpuan khusus kepada fakta dan bahasa.
• Memastikan kapsyen bagi ilustrasi ringkas, tepat, padat dan lengkap.
• Memastikan keselarasan ejaan, istilah dan gaya bahasa.
• Memastikan ketepatan dan keselarasan ilustrasi dan bahan lain dalam teks tersebut.
• Menandakan teks dengan kaedah tanda atau piawaian sebagai arahan teknikal mengatur huruf.
• Memberi tumpuan kepada gaya penerbitan.
Berikut ialah hal-hal yang perlu diteliti semasa penyuntingan kopi:
a) Fakta - Pastikan semua butiran dalam teks betul. Editor perlu menyemak dengan teliti untuk memastikan ketepatan. Kadang-kadang kesilapan fakta boleh berlaku semasa teks ditaip. Contohnya, papan lapis menjadi papan lapik dan tidak mahal harganya menjadi mahal harganya. Selain itu ada sesetengah pernyataaan yang tidak tepat dan berunsur negatif sehingga boleh membawa kepada tindakan undang-undang.
b) Bahasa, bahasa yang dimaksud mencakup.
• Diksi ialah pemilihan penggunaan kata-kata. Dalam hal ini editor kopi perlu memastikan:
i) kata-kata yang dipilih berkesan dari segi maksud dan
iii) kata-kata yang dipilih sesuai dengan laras bahasa yang digunakan.
Contohnya, laras bahasa sains, laras bahasa undang-undang dan lain-lain.
Semasa menyemak diksi, editor kopi mungkin perlu membuang atau menggantikan perkataan yang;
(i) tidak tepat
(ii) sukar difahami
(iii) tidak tersusun dengan baik
(iv) terlalu umum atau samar
(v) terlalu banyak
(vi) bentuknya tidak konsisten
(vii) tidak menarik dan tidak sesuai untuk pembaca
• Perbendaharaan kata - Editor kopi perlu memastikan perbendaharaan kata tersebut sesuai dengan peringkat dan golongan pembaca sasarannya.
• Tatabahasa - Aspek-aspek tatabahasa yang digunakan dalam teks seperti:

(i) kata terbitan
(ii) kata sendi
(iii) kata ganti singkat
(iv) partikel
(v) unsur imbuhan asing
(vi) rangkai kata setara
(vii) hukum DM
(viii) kata ulang
(ix) kata majmuk

Editor kopi hanya perlu membaiki kesalahan dari segi tatabahasa tanpa mengubah gaya asas atau idea yang hendak disampaikan oleh penulis.

• Pembinaan Ayat dan Pemerengganan Dalam aspek ini editor kopi perlu melihat wujudnya:
(i) Kepelbagaian dalam struktur dan panjang ayat sesuatu penulisan itu perlu mempunyai binaan ayat aktif dan pasif.
(ii) Ayat-ayat yang berkesan, iaitu ayat-ayat yang tidak terlalu panjang, munasabah mengikut urutan idea atau penekanan dalam ayat.
(iii) Pembentukan perenggan yang baik dan sesuai mengikut ideanya. Sebaik-baiknya setiap perenggan membicarakan satu idea sahaja dan setiap idea hendaklah dihuraikan dengan ayat-ayat gramatis, tepat dan berkesan. Panjang pendek sesuatu perenggan bergantung pada sepanjang mana sesuatu idea dapat dihuraikan dengan sempurna. Selain itu pastikan tidak terdapat ayat tergantung atau tidak lengkap, dan ayat-ayat yang ditulis dalam bahasa yang berbelit-belit. Ayat tersebut haruslah diperbaiki dan dipermudahkan, sekiranya perlu ditulis semula.
• Ejaan - Pastikan perkataan dieja dengan betul. Kesalahan ejaan kadangkala boleh menyebabkan kesalahan fakta. Contohnya, perkataan yang patut dieja sebagai lancang menjadi lancung.
• Istilah - Editor kopi perlu mengenal pasti istilah yang tidak tepat, tidak kemas kini atau tidak selaras. Dalam hal ini, editor kopi perlu membaiki, mengemas kini dan menyelaraskan penggunaannya.
• Gaya, Editor kopi perlu mengambil perhatian terhadap gaya persembahan supaya menepati dan selaras penggunaannya. Berikut perkara yang perlu diberi perhatian:
i) Tanda baca
ii) Singkatan, akronim dan simbol
iii) Huruf besar dan huruf condong
iv) Penomoran
v) Cara/Gaya penyampaiaan















BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari perkataan latin “ redigore “ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua perkataan inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan, menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan demikian istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah yang di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya lebih sering di pakai orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasa belanda “ Redactic”
Tujuan Penyuntingan yang dilakukan oleh para penyunting adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjadikan taipskrip sebagai karya yang sempurna yang dapat dibaca dan dihayati dengan mudah oleh pembaca apabila diterbitkan kelak.
2. Untuk memastikan isi dan fakta taipskrip berkenaan disampaikan dengan jelas, tepat, dan tidak bercanggah atau menyalahi agama, undang-undang, etika dan norma masyarakat.
3. Untuk memastikan pengaliran atau penyebaran idea daripada penulis kepada pembaca dapat disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah dan menarik.
4. Untuk menjadikan persembahan e-buku yang akan diterbitkan itu dapat menggambarkan nilai dan identiti karya itu sendiri sehingga dapat menarik minat pembaca.
5. Menonjolkan identiti penerbit dengan memastikan e-buku itu menepati gaya penerbitan penerbit.
3.2 SARAN
Jurnalistik merupakan ilmu terapan yang bisa didapatkan secara otodidak, kursus, baca, dan latihan secara intensif. Namun jika hendak mendalaminya secara keilmuan/akademis, tentu saja harus masuk pendidikan formal. Dalam jurnalistik penyuntingan merupakan sebuah bagian atau proses dari terbitnya sebuah berita atau sebagainya. Dalam mendalami tentang dunia jurnalistik terutama penyuntingan, sangat dituntut pemahaman tentang penggunaan kaidah bahasa Indonesia. Karena hal ini akan menunjang profesionalisme seorang penyunting. Selain itu, pemahaman tentang teori atau ilmu tentang penyuntingan akan sangat bermanfaat.




















DAFTAR PUSTAKA
Eneste, Pamusuk. 2005. Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta : Gramedia pustaka utama

Bintang, Putri.2007. Seluk Beluk Jurnalisme di Indonesia.. http://angeliadewicandra.blogsome.com/feed/. (diakses pada tanggal 5 Maret 2008)
Dana, Davida Welni.2008. Seputar Penyuntingan Naskah. http://www.sabda.org/pelitaku/seputar_penyuntingan_naskah. (diakses pada tanggal 5 Maret 2008)
Sulistyono,Arif Gunawan.2007. Edit dan sunting. http://mywritingblogs.com/jurnalisme/xmlrpc. (diakses pada tanggal 5 Maret 2008)

Minggu, 13 Juni 2010

MEMBACA PEMAHAMAN

1.1 Pengertian Membaca Pemahaman
Bahasa adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbolsimbol tersebut (Bernstein dan Tigerman, 1993). Kode linguistik mencakup kaidahkaidah kompleks yang mengatur bunyi, kata, kalimat, makna dan penggunaannya.
Bahasa merupakan suatu sistem kombinasi sejumlah komponen kaidah yang kompleks.Bloom dan Lahey (1978) memandang bahasa sebagai suatu kombinasi antara tiga komponen utama: bentuk, isi dan penggunaan. Bentuk suatu ujaran dalam bahasa lisan dapat digambarkan berdasarkan bentuk fonetik dan akustiknya, tetapi bila kita hanya menggambarkan bentuknya saja, maka kita akan terbatas pada penggambaran bentuk atau kontur fitur permukaan ujaran saja. Ini biasanya dilakukan berdasarkan unit fonologi (bunyi atau struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa kata atau infleksi), dan sintaks (kombinasi antara berbagai unit makna).
Membaca pemahaman (reading for understanding) yang dimaksudkan disini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami :
1. standar atau norma-norma sesastraahn (letery standards)
2. resensi kritis (critical review)
3. drama tulis (printed drama)
4. pola-pola fiksi (patterns of fiction)

Membaca pemahaman adalah suatu proses untuk mengenali atau mengidentifikasi teks, kemudian mengingat kembali isi teks. Membaca pemahaman juga dapat berarti sebagai suatu kegiatan membuat urutan tentang uraian/menggorganisasi isi teks, bisa mengevaluasi sekaligus dapat merespon apa yang tersurat atau tersirat dalam teks.
Pemahaman berhubungan laras dengan kecepatan. Pemahaman atau comprehension, adalah kemampuan membaca untuk mengerti: ide pokok, detail penting, dan seluruh pengertian.
Untuk pemahaman perlu:
- Basic vocabulary
- Akrab dengan struktur dasar dalam penulisan (kalimat, paragraf, grammar).
- Minat, jangkauan mata, kecepatan interpretasi, pengalaman sebelumnya, kemampuan intelektual, keakraban dengan ide yang dibaca,
- Tujuan
- Keluwesan mengatur kecepatan.
Untuk peningkatan pemahaman , dalam membaca apa saja, hendaklah kita menemukan ide pokok. Jangan membuang waktu untuk menekuni detail, dan Pre-read . Untuk non-fiksi, perhatikan:
- abstrak, ringkasan
- pertanyaan pada akhir bab
- kesimpulan pada akhir bab
- Konsentrasi pada informasi, bukan pada kecepatan
- percaya diri bahwa Anda dapat memahami lebih dari biasanya.
Memobilisasi pengetahuan dapat diartikan dengan menciptakan pemahaman pribadi atau sudut pandang. Dari perumpamaan susunan kalimat “Theopportunityisnowhere” saja bisa menghasilkan sekian model bacaan yang akan menjadi sekian sudut pandang dan sudah jelas akan menjadi bahan keputusan untuk bertindak. Dalam hal ini menciptakan pemahaman adalah bagaimana anda merefleksikan pengetahuan yang sifatnya ‘generally applicable’ di atas menjadi ‘specifically applicable’ dengan setting persoalan mikro: anda dengan wilayah operasi dan konsentrasi.
Pemahaman inilah yang akan menikahkan antara apa yang anda ketahui dari materi tangible dan materi intangible yang bekerja di lapangan. Orang sering merasa bahwa pengetahuannya tidak berguna karena tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan padahal yang belum diperoleh adalah pemahaman. Logikanya, bagaimana mungkin buku yang dikarang di luar negeri oleh orang luar negeri dengan tatanan latarbelakang persoalan yang berbeda secara ruang dan waktu lalu diterapkan tanpa proses pengolahan lebih lanjut di meja kerja. Tetapi perlu diakui bahwa pemahaman anda tentang sesuatu baru berupa kreasi internal dan belum dapat dikatakan prestasi. Supaya pemahaman anda menjadi dasar prestasi, maka jadikan pemahaman anda sebagai materi tindakan sebab tindakan adalah prestasi hidup pertama kali
Berbahasa pada dasarnya adalah proses interaktif komunikatif yang menekankan pada aspek-aspek bahasa. Kemampuan memahami aspek-aspek tersebut sangat menentukan keberhasilan dalam proses komunikasi. Aspek-aspek bahasa tersebut antara lain keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Secara karakteristik, keempat keterampilan itu berdiri sendiri, namun dalam penggunaan bahasa sebagai proses komunikasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa merupakan keterpaduan dari beberapa aspek. Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang terdapat dalam GBPP SLTP Kelas 2 adalah keterampilan membaca. Keterampilan membaca selalu ada dalam setiap tema pembelajaran. Hal tersebut membuktikan pentingnya penguasaan keterampilan membaca.
Membaca, terutama membaca pemahaman bukanlah sebuah kegiatan yang pasif. Sebenarnya, pada peringkat yang lebih tinggi, membaca itu, bukan sekedar memahami lambang-lambang tertulis, melainkan pula memahami, menerima, menolak, membandingkan dan meyakini pendapat-pendapat yang ada dalam bacaan. Membaca pemahaman inilah yang dibina dan dikembangkan secara bertahap pada sekolah (Tompubolon: 1987).
Pembelajaran membaca pemahaman menggunakan teknik skema merupakan salah satu upaya tepat karena dengan teknik skema siswa harus menghubungkan pengalamannya dengan pengalaman yang ada dalam buku teks.

1.2 Pentingnya Membaca Pemahaman
Manusia dikenal sebagai mahkluk multidimensional. Sebagai mahkluk multidimensional, manusia memiliki banyak sebutan. Beberapa diantaranya adalah sebagai mahkluk yang menggunakan simbol, sebagai mahkluk berpikir, sebagai mahkluk politik, dan sebagai mahkluk sosial. Apapun sebutannya, manusia tidak bisa terlepas dari aktivitas berhubungan deng an yang lainnya. Dengan kata lain, manusia tidak bisa hidup sendirian, melainkan dia selalu membutuhkan orang lain. Demikianlah, manusia dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari aktivitas berkomunikasi. Bahasa merupakan salah satu media komunikasi utama yang digunakan oleh manusia. Komonikasi yang menggunakan media bahasa ini disebut komunikasi verbal. Sebelum dikenal bahasa tulis, manusia berkomikasi dengan menggunakan bahasa lisan. Dengan demikian, kemampuan berbahasa yang mereka miliki terbatas pada berbicara dan mendengarkan saja.
Dengan adanya kemajuan peradaban, manusia merasakan adanya keter batasan dalam berkomunikasi secara lisan. Informasi yang tersimpan dalam bahasa lisan akan hilang begitu saja setelah komunikasi lisan selesai. Komunikasi lisan tidak bisa menembus hambatan waktu. Oleh kare na itulah, kemudian manusia menciptakan simbol-simbol tulis untuk menggambarkan bahasa lisannya. Dalam komunikasi tulis, ada dua kemampuan yang terlibat, yaitu menulis dan membaca.
Demkianlah, sampai perkembangan peradaban sekarang, manusia mengenal adanya tindak komunikasi yang meliputi empat kemampuan berbahasa, yaitu berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Berbicara dan mendeng arkan termasuk kemampuan berbahasa lisan. Menulis dan membaca merupakan kemampuan berbahasa tulis. Keempat kemampuan berbahasa ini bersifat integratif yang dapat diistilahkan dengan caturtunggal kemampuan berbahasa.
Sejak dikenal bahasa tulis, aktivitas membaca menjadi sangat penting. Kegiatan membaca, utamanya membaca memiliki nilai yang sangat strategi dalam upaya pengembangan diri. Melalui mwembaca pemahaman ini, orang dapat menggali dan mencari berbagai macam ilmu dan pengetahuan yang tersimpan didalam buku-buku dan media tulis yang lain. Membaca pemahaman disini dapat diibaratkan sebagai kunci pembuka gudang ilmu pengetahuan karena melalui pemahaman seseorang terhadap suatu bacaan maka ia akan mendapatkan infor masi dan pengetahuan yang lebih.
Pentingnya membaca, utamanya membaca pemahaman bagi seseoarang patut kita sadari. Membaca pemahaman masih terus akan dibutuhkan sebagai alat untuk mempelajari berbagai bidang ilmu. Hal ini terutama sangat dirasakan oleh para pelajar. Melalui membaca pemahaman, seseoarang akan terbantu dalam rangka pengembangan kemampuan akademik, keahlian, dan kecerdasan. Dalam kehidupan masyarakat modern yang kompleks, kemampuan seseorang dalam membaca pemahaman sangat diperlukan dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial. Selain itu, membaca pemahaman akan memberikan nilai plus terhadap pembacanya. Dalam hal ini, pembaca akan memperoleh informasi-informasi yang lebih dan beragam.
Demikianlah betapa pentingnya membaca pemahaman dalam kehidupan kita sehari-hari. Penguasaan informasi melalui membaca pemahaman akan memberikan jalan terang bagi seseorang untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal.

1.3 Kualifikasi Membaca Pemahaman
Beberapa tingkatan dalam membaca pemahaman. Hal ini disampaikan oleh Thomas Barret dalam buku taksonomi kemampuan membaca, diantaranya adalah
1. pemahaman literal
Pemahaman literal adalah pemahaman terhadap apa yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks, pemahaman informasi secara eksplisit didalam teks. Pemahaman literal atau harfiah adalah kemampuan memahami ide-ide yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Pemahaman leteral lazim juga disebut dengan pemahaman tersurat. Dalam taksonomi Barret, pemahaman literal merupakan tingkat pemahaman yang paling rendah tetapi penting sebelum menginjak ke tingkat pemahaman selanjutnya. Dalam pemahaman literal, pembaca dituntut memiliki kemampuan mengenali teks atau recognition yang berupa:
- Karakter tokoh
- Ide
- Urutan
- Perbandingan
- Rincian
Selain itu, pembaca juga dituntut memilki kemampuan mengingat kembali teks. Dalam hal nini ada beberapa indikator:
- Bagaimana
- Apa sebabnya
- Katakanlah
- Sebutkanlah
- Daftarlah
2. pemahaman reorganisasi
Pemahaman reorganisasi adalah pemahaman yang merupakan kemampuan untuk menganalisis, menyintesis, tau menggorganisasikan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Kemampuan menggorganisasikan kembali meliputi kemampuan mengklasifikasikan, merangkum, mengikhtisarkan, dan menyintesiskan.
3. pemahaman inferensial
Pemahaman inferensial adalah kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung dalam teks. Memahami teks secara inferensial berarti memahami apa yang diimpilkasikan oleh informasi-informasi yang dinyatakan secara eksplisit. Burns dan Roe (1980) dan Nuttall menyatakan pemahaman inferensial sebagai pemahaman interpretatif. Hal-hal yang dilakukan dalam pemahaman inferensial:
a Menginferensi rincian penguat, yaitu memduga informasi atau fakta-fakta yag mungkin perlu ditambahkan dalam teks.
b Mengfinferensi ide utama, yaitu menyimpulkan ide utama yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam teks
c Menginferensi urutan, yaitu menduga kejadian atau tindakan yang mungkin terjadi dalam urutan peristiwa yang dinyatakan eksplisit dalam teks
d Menginferensi perbandingan, yaitu menduga persamaan dan perbanndingan antara dua hal yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam teks
e Menginferensi hubungan sebab- akibat, yaitu membuat simpulan dalam teks
f Menginferensi karakter pelaku, yaitu menduga atau memprediksi sifat pelaku berdasar teks eksplisit
g Memprediksi hasil atau kelanjutan, yaitu menduga hasil atau kelanjutan dari teks, setelah membaca sebagian teks.
h Menafsirkan bahasa figuratif, yaitu menafsirkan makna harfiah dari bahasa kias di dalam teks.

4. pemahaman evaluasi
Pemahaman evaluasi adalah kemampuan mengevaluasi materi teks. Pemahaman evaluasi pada dasarnya sama dengan pemahaman membaca kritis. Dalam pemahaman ini, pembaca membandingkan informasi yang ditemukan dalam teks dengan norma-norma tertentu, dan dengan pengetahuaan serta latar belakang pengalaman pembaca sendiri untuk membuat penilaiaan berbagai hal yang berkaitan dengan materi teks. Pemahaman evaluasi memerlukan kemampuan:

a Keputusan tentang realitas atau santai
b Keputusan tentang fakta atau opini (ada dasar yang cukup sebagai dasar penulisan, simpulan, dan tujuan penulisan)
c Keputusan tentang kesahihan, sesuai dengan materi sejenis atau sebelumnya
d Keputusan tentang ketepatan
e Keputusan tentang kebenaran, keberterimaan, danbaan, apakah sesuai dengan sistem nilai, moral, dan etika yang berlaku.

5. pemahaman apresiasi
Pemahaman apresiasi merupakan kemampuan untuk mengngkapkan respon emosiaonal dan estetis terhadap teks sesuai dengan standar pribadi dan standar profesional mengenai, bentuk sastra, gaya, jenis, dan teori sastra. Pemahaman apresiasi melibatkan seluruh dimensi kognetif yang terlibat dalam tingkatan pemahaman sebelumnya karena apresiasi berkaitan dengan impak psikologi dan estetis terhadap teks (Hafni, 1981). Ada beberapa kemampuan yang diperlukan:
a Kemampuan merespon teks secara emosional.
b Kemampuan mengidentifikasi diri dengan pelaku dalam teks dan peristiwa yang terjadi.
c Kemampuan mereaksi bahasa pengarang
d Kemamapuan imagenery, pembaca mengungkapkan kembali apa yang seakan- akan dilihat, didengar, diciuam, dan dirasakan

1.4 Langkah-Langkah Dalam Membaca Pemahaman
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam membaca pemahaman:
a. membaca teks secara berulang-ulang
b. menuliskan kembali hal-hal yang dianggap penting
c. membuat kesimpulan tentang isi teks
d. merespon atau mempraktekan isi bacaan, dalam hal ini menyeleksi
bacaan.

1.5 Pihak Yang Melakukan Penelitian Terhadap Membaca Pemahaman
1. Dr. Sujoko, M.A. Pendidikan Bahasa
Bahasa Inggris, Penguasaan Tata Bahasa
dengan Kemampuan Membaca Pemahaman
Bacaan Bahasa Inggris Mahasiswa MIPA
FKIP Universitas Sebelas Maret.

2. Prof. Dr. Joko Nurkamto, M.Pd. Pendidikan Bahasa
Pendekatan Komunikatif: Penerapan dan
Pengaruhnya terhadap Pemelajaran Bahasa
Inggris (Kajian Etnografi di SMU Negeri
Surakarta, 1977/1998)
3. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. Pendidikan Bahasa
Keterampilan Membaca Pemahaman Teks
Berbahasa Indonesia: Sebuah Survei di FKIP UNS
4. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd Pend. Bahasa
Pengaruh Orientasi Pembelajaran dan
Kemampuan Penalaran Terhadap
Keterampilan Menulis Bahasa Indonesia
5. Thomas Barret
6. Branford dan Johnson
7. Rumelhart
8. Burns dan Roe
9. Rubin
10. Syafi’ie
11. Hafni








1.6 Rancangan Kegiatan Dalam Membaca Pemahaman
Dalam memberikan mata kuliah tentang kemampuan membaca pemahaman, ada beberapa hal yang dapat dilakukan baik oleh dosen pengampu mata kuliah maupun mahasiswa, adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran adalah ;
1. Untuk memulai perkuliahan membaca pemahaman, terlebih dahulu dosen memberikan orientasi seputar membaca pemahaman kepada mahasiswa.
2. Dosen meminta pandangan atau pendapat dari mahasiswa mengenai apa itu membaca pemahaman atau konsep yang berkaitan dengan membaca pemahaman.
3. Setelah mahasiswa menyampaikan pendapatnya, dosen meminta mahasiswa untuk menyimpulkan secara keseluruhan dari apa yang telah disampaikan mengenai membaca pemahaman.
4. Apabila mahasiswa telah menyampaikan secara keseluruhan, maka dosen memberikan pandangan akhir sebagai bahan untuk mahasiswa.
5. Dosen memberikan teks bacaan kepada setiap mahasiswa yang berisi tentang informasi yang up todate sehingga mahasiswa tertarik untuk membaca demi memperoleh informasi dan pengetahuan yang terdapat dalam teks.
6. Mahasiswa dipersilahkan untuk membaca teks tersebut secara detail sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh dosen pengampu mata kuliah.
7. Setelah waktu yang diberikan berakhir, mahasiswa disarankan untuk mengumpulkan teks bacaan yang telah dibacanya.
8. Dosen menguji beberapa orang mahasiswa yang telah ditunjuk untuk menceritakan kembali teks yang telah dibacanya, menggunakan bahasa dan gaya penyampaiannya sendiri.
9. Dosen dengan teliti mendengarkan apa yang disampaikan oleh mahasiswa guna mengetahui tingkat pemahaman mereka tentang teks yang dibacanya. Hal ini sangat penting karena seperti yang telah kita ketahui tingkat pemahaman mahasiswa tentang teks berbeda-beda. Dalam hal ini sebagai mahasiswa kita harus mamahami suatu teks bacaan agar memperoleh informasi yang diperlukan.
10. Dosen memberikan beberapa tambahan terkait dengan apa yang disampaikan oleh mahasiswa mengenai teks bacaan tersebut.
11. Dosen menyiapkan beberapa buah pertanyaan sesuai dengan isi teks yang telah dibagikan kepada mahasiswa.
12. Setelah mahasiswa selesai menceitakan kembali isi teks, Dosen mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan isi teks. Hal ini penting untuk menentukan tingkat pemahaman siswa terhadap isi teks.
13. Mahasiswa diberikan batas waktu 10 menit untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh dosen.
14. Apabila batas waktu yang diberikan oleh dosen berakhir, mahasiswa diharuskan menukar jawaban mereka dengan teman di sebelahnya, untuk dilakukan pemeriksaan.
15. dosen menanyakan kembali jawaban yang benar kepada mahasiswa terkait dengan pertanyaan yang diberikan sebagai bahan uji. Hal ini bertujuan untuk mengajak mahasiswa untuk berdiskusi dan mau menyampaikan pendapat dan pandangannya terkait dengan persoalan yang ada.
16. Setelah diadakan diskusi dengan mahasiswa mengenai jawaban yang benar, dosen memaparkan hasil dari test yang dilakukan. Ini penting untuk mengetahui tingkat pemahaman membaca mahasiswa. Dengan memaparkan hasil test tersebut, diharapkan mahasiswa mau lebih terpacu untuk meningkatkan kemampuan membacanya.
17. Setelah memaparkan hasil test, dosen menyampaikan tingkat pemahaman masing-masing mahasiswa sesuai dengan hasil uji test tersebut.

KEDUDUKAN MEMBACA DALAM KEHIDUPAN

Manusia dikenal sebagai mahluk multidimensional (sudiana, 2006). Sebagai mahluk multidimensional, manusia memiliki banyak sebutan. Beberapa diantaranya adalah sebagai mahluk yang menggunakan simbol (homo symbolicum), sebagai mahluk berpikir (homo sapien), sebagai mahluk politik (zoon politicon), dan sebagai mahluk sosial. Apapun sebutannya, manusia tidak bisa trlepas dari aktivitas berhubungan dengan dengan yang lainnya. Dengan kata lain, manusia tidak bisa hidup sendirian, melainkan diaselalu membutuhkan orang lain. Demikianlah manusia dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari aktivitas berkomunikasi.

Bahasa merupakan salah satu media komunikasi utama yang digunakan oleh manusia. komunikasi yang menggunakan media bahasa ini disebut komunikasi verbal. Sebelum dikenal bahsa tulis, manusia berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan. Dengan demikian, kemampuan berbahasa yang mereka miliki terbatas pada berbicara dan mendengarkan saja.

Dengan adanya kemajuan peradaban, manusia merasakan adanya keterbatasan dalam berkomunikasi secara lisan. Informasi yang tersimpan dalam bahasa lisan akan hilang begitu saja setelah komunikasi lisan selesai. Komunikasi lisan tidak bisa menembus hambatan waktu. Oleh karena itulah, kemudian manusia menciptakan simbol-simbol tulis untuk menggambarkan bahasa liannya. Sejak itu, kemudian dikenal adanya komunikasi tulis. Dalam komunikasi tulis, ada dua kemampuan yang terlibat yaitu menulis dan membaca.

Demikian lah sampai perkembangan peradaban sekarang, manusia mengenal adanya tindak komunikasi yang melkiputi empat kemampuan berbahasa, yaitu berbicara, mendengarkan, membaca dan menulis. Berbicara dan mendengarkan termmasuk kemampuan bahasa lisan. Menulis dan membaca merupakan kemampuan berbahasa tulis. Keempat kemampuan berbahasa ini bersifat integratif yang dapat diistilahkan dengan catur tunggal kemampuan berbahasa.

Sejak dikenal bahasa tulis , aktivitas membaca menjadi sangat penting. Kegiatan membaca memiliki nilai yang sangat strategis dalam upaya pengembangan diri. Melalui kegiatan membaca, orang dapat menggali dan mencari berbagai macam ilmu dan pengetahuan yang tersimpan di dalam buku-buku dan media tuulis yang lain. Membaca dapat diibaratkan sebagai kunci pembuka gudang ilmu pengetahuan. Yunus (2006) mengibaratkan membaca sebagai jendela yang paling luas untuk menguasai ilmu pengetahuan. Demikianlah kemudian dikenal ungkapan membaca sebagai jendela dunia, yang artinya melalui membaca wawasan atau cakrawala pengetahuan kita tentang dunia menjadi sangat luas.

Pentingnya membaca bagi kehidupan manusia sudah lama disadari.- membaca masih terus akan dibutuhkan sebagai alat untuk untuk mempelajari berbagai bidang ilmu. Hal ini terutama sangat dirasakan oleh para pelajar. Sukses dalam membaca sanga penting bagi pelajar dalam rangka pengembangan kemampuan akademik, keahlian, kecerdasa (carnine, silbert, dan kemeenui, 1990). Tanpa kemampuan membaca, keunggulan dalam sekolah tidak akan tercapai (anderson, heibert, scott, dan wilkinson, 1985). Sementara itu, Yunus (2006) tidak meragukan bahwa membaca merupakan kunci keberhasilan seorang siswa. Baginya membaca merupakan faktor terpenting dalam segala usaha pengakjaran.

Membaca semakin penting dalam era revolusi informasi. Kemajuan media cetak yang sangat pesat dewasa ini memungkinkan penyebaran arus informasi tulis semakin cepat. Hasil-hasil penelitian dan kemajuan ilmu dan teknologi begitu cepat dilipatgandakan dan disebar. Untuk menyerap arus informasi tulis yang semakin membanjir, sangat dibutuhkan kemampuan membaca yang sangat memadai.

Dalam kehidupan masyaraka modern yang semakin kompleks, keterampilan membaca yang memadai sangat vital. Dalam kehidupan sehari-hari, membaca dibutuhkan untuk berbagai macam keperlluan , misalnya untuk keperluan mencari surat izin mengemudi, melamar pekerjaan, membayar pajak, dan lain sebagainya. Disamping dibutuhkan untuk keperlua tersebut, dalam kehidupan sehari-hari keterampilan membaca juga dibutuhkan dalam rangka membuat kepuusan-keputusan yang tepat, misalnya apakah seseorang harus menarik tabungan atau tidak setelah membaca ulasan pakar ekonomi.

Kemampuan membaca yang baik sangat vital dalam masyarakat industri. Kemampuan penduduk untuk dapat memanfaatkan informasi cetak sebesar-besarnya adalah alah satu iri penanda masyarakat industri. Dalam hubungan ini, samsuri (1988) menegaskan bahwa dalam menuju masyarakat industri, masyarakat Indonesia sendiri hendaknya sadar bahwa suatu masyarakat industri tidak akan berjalan dengan baikapabila sebagaian besar penduduk beum dapat memanfaatkan informasi yang terdapat dalam bahan-bahan cetajkan, seperti koran, fanflet, dan sebagainya. Samsuri menghendaki paling sedikit 75% penduduk Indonesia mempunyai kemampuan literasi, yaitu kemampuan untuk memahami informasi yang disampaiakan dengan bahan cetak.

Demikianlah betapa pentingnya membaca dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan membaca, kita bisa membuka cakrawala ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS), serta wawasan tentang dunia. Dengan membaca kita dapat menguasai informasi. Penguasaan informasi ini merupakan persyaratan bagi eksistensi kehidupan kita ditengah-tengah persaingan global. Tanpa menguasai informasi, kita akan tersisih dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan. Orang-orang yang sukses dalam kehidupan adalah mereka yang menguasai informasi. Orang-orang hebat pasti memiliki kebiasaan dan kemampuan membaca yang tinggi. Oleh karena itulah, mau tidak mau, suka tidak suka kita mesti membaca, membaca, damn terus membaca! Menjadi orang sukses jalan tolnya adalah membaca.

Kondisi Membaca Masyarakat

Secara umum kondisi membaca masyarakat kita, Indonesia sangat rendah. Berbagai p9ihak mengeluhkan buruknya minat baca berbagai lapisan masyarakat. sebelumnya kepala perpustakaan nasional nusa tenggara barat sebagaimana dikutip bali post, 28 november 2002 menyatakan bahwa minat baca buku masyarakat ntb masih berada dibawah satu persen alias masih sangat rendah. Rendahnya minat baca dan kemampuan membaca terjadi dikalangan pelajar semua jenjang pndidikan. Gunawan (1996) menyatakan adanya kenyataan bahwa keterampilan membaca permulaan siswa kelas I dan kelas II sekolah dasar tidak sesuai dengan harapan. Sebagaian besar diantara mereka belum mampu membaca dengan lancar. Hasil penelitian warsono (1998) tentang profil kemampuan membaca siswa SD di jwa tengah juga menunjukan hal yang sama, yaitu rendahnya kemampuan membaca siswa. Hal yang sama juga dinyatakan oleh kurniawan (2000) bahwa kemampuan membaca anak-anak sd di Indonesia masih sangat rendah. Demikian pula supriyadi, rahmayantio, dan rahim (2006) menyatakan kemampuan membaca siswa sd sangat memprihatinkan,

Keadaan minat dan keampuan membaca dikalangan siswa sekolah menengah pertama (smp) dan siswa sekolah menengah atas (sma) tidak jauh berbeda dengan minat dan kemampuan membaca siswa sd. Minat dan kemampuan membaca mereka masih sangat rendah. Kebiasaan membaca belum terbentuk pada diri mereka. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini di lombok (suyanu, 2006) menunjukan bahwa kemampuan membaca siswa sma masih sangat rendah atau kurang baik.

Kelemahan membaca juga dijumpai dikalangan mahasiswa. Masih banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan atau kesukaran dalam memahami buku-buku teks (tarigan dan tarigan, 1987). Mereka terlalu lama untuk bisa menghabiskan buku tipis sekalipun (soedarso, 1988). Hal yang senada juga dinyatakan oleh hamied (1989). Dia mengutip salah satu hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa mahasiswa belum menguasai dengan baik gagasan utama, gagasan tambahan, kesimpulan, dan pandangan pengarang dalam bacaan. Keadaan yang serupa juga dinyatakan oleh pringgoadisurjo (1992). Dia menyatakan bahwa pada umumnya, mahasiswa belajar terseok-seok karena alasan kurang bekal pengetahuan maupun keterampilan memanfaatkan informasi dari bacaan.

Pembinaan Membaca

Kelemahan membaca di kalangan masyarakat merupakan suatu tantangan dalam membangun Indonesia maju. Oleh karena itu, semua pihak harus bergandengan tangan dengan komitmen agung untuk membenahi kondisi minat dan kemampuan membaca ini. Pembinaan minat dan kemampuan membaca di lingkungan keluarga dan sekolah-sekolah senantiasa perlu ditingkatkan kualitasnya. Sarana dan prasarana pendukung program pembianaan minat dan kemampuan membaca ini merupakan suatu keharusan untuk senantiasa ditingkatkan.

Dengan menyadari adanya kelemahan membaca masyarakat, dan pentingnya membaca bagi kehidupa masyarakat, sudah sepantasnya pembinaan dan peningkatan kemampuan meembaca penduduk senantiasa perlu ditingkatkan. Kebiasaan dan kegemaran membaca perlu ditanamkan sedini mungkinpada diri anak-anak. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting. Orang tua harus mampu menciptakan suasana rumah yang mendukung bagi tumbuhnya kegemaran membaca anak. Dalam hal ini orang tua setidaknya bisa menyediakan bahan-bahan bacaan yang memadai. Disamping itu orang tua juga diharapkan ikut secara aktif terlibat membantu putra-putranya dalam belajar membaca. Sebagai orang tua, setidaknya juga harus mampu menjadi teladan dalam membaca.

Di sekolah, misi pembinaan dan peningkatan kemampuan mebaca siswa dipercayakan pada pengajaran membaca yang merupaka bagian integral dari pengajaran bahasa Indonesia. Pengajaran membaca diharapkan dapat menumbuhkan minat dan kemampuan membaca dalam rangka menunjang siswa vuntuk meningkatkan kualitas dirinya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal menghadapi kehidupan masa kini dan di masa yang akan datang. Demikianlah, misi pembinaan dan peningkatan minat dan kemampua membaca di sekolah harus ditujukan untuk menunjang visi pendidikan nasional kita, yakni INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF.

Masih banyak yang mengakui bahwa pengajaran membaca belum mampu mengemban misi ini dengan baik. Masih banyak kendala yang dihadapi oleh pengajaran membaca. Keadaan pengajaran bahasa indonsia, yang di dalamnya inklusif pengajaran membaca, belum berjalan dengan mulus, efisien dan efektif (Tarigan dan Tarigan, 1987). Saifillah (1989) melukiskan keadaan pengajaran membaca seperti “sebuah belati tajam yang masih terus aja menyayat-nyayat sang minat baca yang sering kita keluhkan semakin kurus kerontang”. Di sekolah, siswa tidak pernah diajari cara yang efektif dalam membaca (Soedarso,1988).

Berdasarkan hasil pengamatannya, Samsuri (1988) menyatakan bahwa proses kegiatan belajar-mengajar membaca mengikuti interaksi guru-buku teks, dan murid hanya menjadi penerima yang patuh belaka. Interaksi antara guru dan murid hampir-hampir tidak ada karena guru memusatkan perhatian pengajaran pada isi buku teks, dan bukan pada tanggapan murid. Kualitas hasil pengajaran membaca dianggap belum memuaskan juga.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Dcreators