Rabu, 04 Januari 2012

Opini

BANYAK orang yang mengalami kesulitan ketika ditanyakan apa perbedaan artikel dan opini. Di sini, kita takkan berpusing-pusing di sekitar hal tersebut. Yang pasti, antara opini dan artikel terdapat garis pembatas, berupa ada-tidaknya isi argumentasi guna mendukung subyektivitas pendapat dalam sebuah karya tulis.
Jika Anda menulis artikel tentang kebijakan kenaikan harga BBM yang akan membuat rakyat makin sengsara, tanpa argumentasi maka itu bisa disebut opini. Sebaliknya, jika artikel itu dilengkapi dengan data kuantitatif (BPS, riset, dsb) dan teori ekonomi yang menghubungkan antara kenaikan harga BBM dan naiknya jumlah pengangguran, maka itu bisa disebut artikel (Irkham, 2003).
Artikel opini ialah jenis tulisan/karangan yang berisi gagasan, ulasan, atau kritik terhadap suatu persoalan yang ada dan berkembang di masyarakat, dan ditulis dengan bahasa ilmiah-populer. Oleh karena itu, seorang penulis artikel opini harus jeli dalam memandang aktualitas persoalan yang ditulisnya. Tentu saja, hal itu berkorelasi positif dengan sifat media cetak (baca koran).
Paling sedikit, ada dua hal yang setali tiga uang dengan aktualitas opini.
Pertama, aktual karena berkaitan dengan kejadian yang ada di masyarakat, seperti demam berdarah, flu burung, pilkada, Pemilu 2004, unjuk rasa mahasiswa dan buruh, demo RUU PP, kongres partai politik, pertemuan tokoh bangsa, dsb.
Kedua, aktual karena adanya hari-hari besar nasional (Hari Pendidikan Nasional, Hari Pers), hari besar agama (Idul Fitri, Natal, Waisak), hari internasional (Hari Perempuan lntemasional, Hari Kesehatan), obituan (in memoriam), dsb (Bahar lewat Suroso, 2001).
Dari situlah, kita pun dituntut untuk mengetahui data tentang tanggal-tanggal penting. Misalnya, pada bulan Mei ini, ada enam momentum yang bisa kita tuliskan sebagai ide dari artikel opini.
  1. 1 Mei Hari Buruh Sedunia
  2. 2 Mei Hari Pendidikan Nasional
  3. 4 Mei Hari Pers Dunia
  4. 17 Mei Hari Buku Nasional
  5. 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional
  6. 21 Mei Hari Reformasi
Proses Penulisan Opini
Kendati dalam penulisan artikel opini ini semua persoalan dapat ditulis, namun perlu diperhatikan beberapa hal berikut. Pertama, hendaknya topik yang akan ditulis berkaitan erat dengan masalah aktual. Kedua, masalah yang ditulis tidak menghasut, mengadu domba, memfitnah, dan sejenisnya. Ketiga, isi tulisan ada baiknya lebih berupa suatu solusi/jalan keluar atas persoalan yang ada.
Oleh karena itu, proses penulisan artikel opini dimulai dengan kalimat¬kalimat pembuka (lead). Isinya merupakan pengantar awal terhadap apa yang dibahas dan disajikan. Lantas dilanjutkan dengan uraian/ulasan yang berisi pemaparan data, pembahasan yang boleh jadi berupa pengungkapan teori, analisis, dan ditutup dengan bagian kesimpulan yang berisikan saran/masukan.
Bahasa yang digunakan ialah bahasa jurnalistik, bersifat ilmiah-populer, yaitu pemakaian bahasa yang tetap menggunakan kaidah-kaidah bahasa baku, komunikatif, dan mudah dicerna oleh pembaca dari berbagai tingkatan. Prinsip ini perlu mendapat perhatian khusus, mengingat sasaran pembaca cetak umumnya sangat beragam.
Tulisan artikel opini ialah jenis tulisan yang memiliki peluang besar untuk dimuat di media cetak. Namun, ia juga paling banyak saingannya. Oleh karena itu, hanya jenis-jenis tulisan yang paling aktual dan berkualitas saja yang dapat lolos dari tangan redaksi untuk dimuat. Hal itu penting, mengingat ada koran yang justru memiliki kelebihan dalam hal menyajikan opini yang cerdas dan bermutu.
Proses penulisan opini mirip dengan proses penulisan artikel. Menurut Syafii lewat Suroso (2001), paling sedikit ada tiga tahap yang harus dilalui, yakni (1) kegiatan sebelum menulis (pre-writing), (2) kegiatan menulis (writing), dan (3) kegiatan pasca-menulis (revision). Mari kita bahas tahap demi tahap tersebut.
Tahap Pertama. Penulis artikel opini harus mampu mencari pokok persoalan yang akan ditulis, mencari referensi dan sumber rujukan, menulis outline. Contoh outline sebagai berikut.
Judul artikel: MENYOAL ANGGARAN PENDIDIKAN 
Sumber Ide:
  1. Adanya judicial review dari PB PGRI atas pemyataan pemerintah yang sudah melaksanakan keputusan UUD ’45 Pasal 31 ayat (4) dan UU Sisdiknas bahwa anggaran pendidikan minimal 20%.
  2. Pembuktian data kuantitatif anggaran pendidikan dalam APBN 2006 yang sudah disahkan oleh pemerintah (dilihat dari koran/majalah)
lsi:
  1. Berita judicial review dan PB PGRI
  2. Data kuantitatif anggaran pendidikan dalam APBN 2006.
  3. Depdiknas sebagai pengelola anggaran pendidikan.
Kesimpulan:
  1. Agar anggaran pendidikan bisa mencapai 20% maka Depdiknas harus berlaku efisien dan berhemat dalam membuat program
  2. Pengurangan anggaran Polri
Tahap Kedua. Penulis artikel opini dituntut harus lincah menggunakan idiom-idiom segar, simpel, dan komunikatif Selain itu, hal kelugasan, obyektif, serta keajegan tetap terjaga selama menjalani tahap menulis. Usahakan Anda menulis dengan konsentrasi tinggi, dan tidak memikirkan hal lain yang kiranya bisa mengganggu konsentrasi Anda.
Tahap Ketiga. Penulis artikel opini harus mampu bertindak sebagai penyunting berkaitan dengan keamanan tulisan, pemakaian kalimat, bentukan kata, pemakaian tanda baca, pemilihan kata/diksi, sampai pada pembetulan hal-hal yang salah/keliru dalam ejaan. Selain itu, penggunaan eufemisme juga patut dijadikanperhatian khusus.
Selain itu, penulis artikel opini dituntut untuk mau terns belajar membaca artikel opini penulis lain yang dianggap bermutu dan cerdas. Hampir di semua media massa penulis artikel opini berasal dari duma akademik (dosen, peneliti pusat studillembaga studi universitas), riset (LIPI), dan LSM/lembaga kajian dan riset swasta (SSS, LSI, PT Lingkaran Survei Indonesia, The Indonesian Institute, IRE, Reform Institute, al Maun Institute, Wahid Institute, Ma’arif Institute for Humanity and Cultural, Akbar Tandjung Institute, dsb).
Ambil contoh, harian Kompas. Di sana, kita akan sering menjumpai opini-opini bermutu dari beragam profesi.
  • Bidang hukum dan konstitusi: Saldi Isra, Satjipto Rahardjo, Denny Indrayana, A Ahsin Thohari, M Fajrnl Falaakh.
  • Bidang politik: Ikrar Nusa Bhakti, Sukardi Rinakit, Jeffrie Geovanie, M Qodari, Syamsuddin Haris, Alfan Alfian, Riswandha Imawan.
  • Bidang pendidikan: Anita Lie, Darmaningtyas, T Raka Joni, St Kartono, Ki Supriyoko, Suyanto, H Soedijarto, Agus Suwignyo, Paul Suparno.
  • Bidang sosial-masyarakat: Willian Chang, Aloys Budi Pumomo, Tamrin A Tomagola, Yudi Latif, Moeslim Abdurrahman, Imam Cahyono.
  • Bidang keagamaan: Masdar F Mas’ud, Abdurrahman Wahid, Syafiq Hisyam, Abdul Munir Mulkhan, Mgr I Suharto, Benny Susetyo PR, Sindhunata.
Sumber-sumber Opini
Guna melengkapi data-data dan pemaparan fakta
seorang penulis artikel opini harus melengkapi tuhsannya dengan memburu
sumber-sumber seperti di bawah ini.
Wawancara. Bila kita ingin menulis tentang pendidikan, mungkin kita bisa mewawancarai guru-guru di sekolah, pengamat pendidikan, dsb. Dari situ, kita bisa mendapat banyak informasi untuk kemudian dituangkan ke dalam tulisan.
Penelitian/Riset. Pengumpulan data di lapangan sangat membantu penulis artikel opini, apalagi penulis mampu mempraktikkan metode penelitian sesuai dengan masalah yang akan ditulisnya.

Sumber Pustaka
. Mulai dari buku, referensi, kamus, novel, ensiklopedi, biografi tokoh, karya penelitian, jumal, koran, majalah, hingga ungkapan bijak seorang tokoh patut dijadikan referensi seorang penulis artikel opini.

Perpustakaan Pribadi
. Ide/informasi penting yang akan dituangkan dalam tulisan akan lengkap jika ada referensi yang pas. Oleh karena itu, di sinilah betapa pentingnya keberadaan perpustakaan pribadi/keluarga.
Habitus Baru yang Mendukung
Guna membiasakan diri untuk konsisten menulis, khususnya artikel opini, mungkin kebiasaan baru di bawah ini patut juga dilakukan.
  • Rutin mengunjungi toko buku/kios koran
  • Membaca buku
  • Menjadi anggota perpustakaan umum/kampus
  • Aktif dalam seminar dan diskusi publik “. Membaca koran dan majalah/jurnal
  • Mengkliping koranlmajalah
  • Membiasakan diri membaca data kuantitatif dan kualitatif .,. Banyak membaca artikel orang lain
  • Membaca karya sastra
  • Dokumentasi peristiwa yang penting
  • Berkorespondensi
  • Jalan-jalan melihat realitas.

Penulisan Feature

Secara umum karya jurnalistik bisa dibagi menjadi tiga:
  • Stright/spot News – berisi materi penting yang harus segera dilaporkan kepada publik (sering pula disebut breaking news)
  • News Feature – memanfaatkan materi penting pada spot news, umumnya dengan memberikanunsur human/manusiawi di balik peristiwa yang hangat terjadi atau de-ngan memberikan latarbelakang (konteks dan perspektif) melalui interpretasi.
  • Feature – bertujuan untuk menghibur melalui penggunaan materi yang menarik ta-pi tidak selalu penting.
Dalam persaingan media yang kian ketat tak hanya antar media cetak melainkan juga an-tara media cetak dengan televisi, straight/spot news seringkali tak terlalu memuaskan.
Spot news cenderung hanya berumur sehari untuk kemudian dibuang, atau bahkan be-berapa jam di televisi. Spot news juga cenderung menekankan sekadar unsur elementer dalam berita, namun melupakan background.
Kita memerlukan berita yang lebih dari itu untuk bisa bersaing. Kita memerlukan news feature — perkawinan antara spot news dan feature.
Karena tradisi ini relatif baru, kita perlu terlebih dulu memahami apa unsur-unsur dan as-pek mendasar dari feature.
Apakah feature?
Inilah batasan klasik mengenai feature: ”Cerita feature adalah artikel yang kreatif, kadang-kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi in-formasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan.”
Kreatifitas
Berbeda dari penulisan berita biasa, penulisan feature memungkinkan reporter ”men-ciptakan” sebuah cerita. Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan harus akurat — karangan fiktif dan khayalan tidak boleh — reporter bisa mencari feature dalam pikirannya, kemudian setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya itu, ia menulis.
Subyektifitas
Beberapa feature ditulis dalam bentuk ”aku”, sehingga memungkinkan reporter me-masukkan emosi dan pikirannya sendiri. Meskipun banyak reporter, yang dididik dalam re-porting obyektif, hanya memakai teknik ini bila tidak ada pilihan lain, hasilnya enak dibaca.
Tapi, reporter-reporter muda harus awas terhadap cara seperti itu. Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk menonjolkan diri sendiri lewat penulisan de-ngan gaya ”aku”. Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman begini: ”Kalau An-da bukan tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda.”
Informatif
Feature, yang kurang nilai beritanya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Misalnya tentang sebuah Museum atau Kebun Binatang yang terancam tutup.
Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam bentuk-bentuk lain. Ada ba-nyak feature yang enteng-enteng saja, tapi bila berada di tangan penulis yang baik, fe-ature bisa menjadi alat yang ampuh. Feature bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk menciptakan perubahan konstruktif.
Menghibur
Dalam 20 tahun terakhir ini, feature menjadi alat penting bagi suratkabar untuk bersaing dengan media elektronika.
Reporter suratkabar mengakui bahwa mereka tidak akan bisa ”mengalahkan” wartawan radio dan televisi untuk lebih dulu sampai ke masyarakat. Wartawan radio dan TV bisa mengudarakan cerita besar hanya dalam beberapa menit setelah mereka tahu. Se-mentara itu wartawan koran sadar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian, pem-bacanya baru bisa tahu sesuatu kejadian — setelah koran diantar.
Wartawan harian, apalagi majalah, bisa mengalahkan saingannya, radio dan TV, dengan cerita eksklusif. Tapi ia juga bisa membuat versi yang lebih mendalam (in-depth) menge-nai cerita yang didengar pembacanya dari radio.
Dengan patokan seperti ini dalam benaknya, reporter selalu mencari feature, terhadap be-rita-berita yang paling hangat. Cerita feature biasanya eksklusif, sehingga tidak ada ke-mungkinan dikalahkan oleh radio dan TV atau koran lain.
Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan, skandal, bencana dan pertentangan yang selalu menghiasi kolom-kolom berita, feature bisa mem-buat pembaca tertawa tertahan.
Seorang reporter bisa menulis ”cerita berwarna-warni” untuk menangkap perasaan dan suasana dari sebuah peristiwa. Dalam setiap kasus, sasaran utama adalah bagaimana menghibur pembaca dan memberikan kepadanya hal-hal yang baru dan segar.
Awet
Menurut seorang wartawan kawakan, koran kemarin hanya baik untuk bungkus kacang. Unsur berita yang semuanya penting luluh dalam waktu 24 jam. Berita mudah sekali ”pu-nah”, tapi feature bisa disimpan berhari, berminggu, atau berulan-bulan. Koran-koran kecil sering membuat simpanan ”naskah berlebih” — kebanyakan feature. Feature ini diset dan disimpan di ruang tata muka, karena editor tahu bahwa nilai cerita itu tidak akan musnah dimakan waktu.
Dalam kacamata reporter, feature seperti itu mempunyai keuntungan lain. Tekanan deadline jarang, sehingga ia bisa punya waktu cukup untuk mengadakan riset secara cer-mat dan menulisnya kembali sampai mempunyai mutu yang tertinggi.
Sebuah feature yang mendalam memerlukan waktu cukup. Profil seorang kepala polisi mungkin baru bisa diperoleh setelah wawancara dengan kawan-kawan sekerjanya, keluarga, musuh-musuhnya dan kepala polisi itu sendiri. Diperlukan waktu juga untuk mengamati tabiat, reaksi terhadap keadaan tertentu perwira itu.
Singkat kata, berbeda dengan berita, tulisan feature memberikan penekanan yang lebih besar pada fakta-fakta yang penting — fakta-fakta yang mungkin merangsang emosi (menghibur, memunculkan empati, disamping tetap tidak meninggalkan unsur infor-matifnya). Karena penakanan itu, tulisan feature sering disebut kisah human interest atau kisah yang berwarna (colourful).
Teknik penulisan
Jika dalam penulisan berita yang diutamakan ialah pengaturan fakta-fakta, maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik ”mengisahkan sebuah cerita”. Memang itulah kunci perbedaan antara berita ”keras” (spot news) dan feature. Penulis feature pada ha-kikatnya adalah seorang yang berkisah.
Penulis melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi pembaca; ia me-narik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.
Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, ka-rena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera me-nerobos aturan itu.
”Piramida terbalik” (susunan tulisan yang meletakkan informasi-informasi pokok di bagian atas, dan informasi yang tidak begitu penting di bagian bawah — hingga mudah untuk dibuang bila tulisan itu perlu diperpendek) sering ditinggalkan. Terutama bila urutan pe-ristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik.
Jenis-jenis Feature
Feature kepribadian (Profil)
Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang yang secara dra-matik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena kepribadian mereka yang penuh warna.
Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal-tang-gal penting dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter manusia itu. Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka.
Profil yang komplit sebaiknya disertai kutipan-kutipan si subyek yang bisa meng-gambarkan dengan pas karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.
Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka berani mengejutkan Anda de-ngan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.
Feature sejarah
Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.
Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa mutakhir yang mem-bangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api terjadi, koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.
Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung) terkenal, pionir, fi-losof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan kemakmuran.
Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.
Fature petualangan
Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan — mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat ter-bang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia, pengalaman ikut dalam peperangan.
Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi — momen yang paling menarik dan paling dramatis.
Feature musiman
Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan liburan, tentang Ha-ri Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus menemukan angle atau sudut pandang yang segar.
Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sin-terklas di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di seputar hara raya itu.
Feature Interpretatif
Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature interpretatif bisa menyajikan sebuah or-ganisasi, aktifitas, trend atau gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita meng-gambarkan aksi terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik dan tujuan terotisme.
Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal pe-rampok bank, termasuk peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.
Feature kiat (how-to-do-it feature)
Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun, mereparasi mobil atau mem-pererat tali perkawinan.
Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya. Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca — memberikan opini mereka sendiri — bukannya mewawancara sum-ber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.
Rujukan:
FEATURE WRITING FOR NEWSPAPERDaniel R. Williamson 1980
REPORTING FOR THE PRINT MEDIAFred Fedler, 1989

Kalimat Ambigu

A.    Pengertian Kalimat Ambigu  

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Balai Pustaka .1998) Kita berhadapan dengan dua pengertian abmbiguitas yang berkaitan dengan ujaran. Pertama, sifat atau hal yang berarti dua; kemungkinan yang mempunyai dua pengertian.
           
Kedua, kemungkinan adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat. Jadi kalimat ambigu adalah Kalimat yang mempunyai tafsiran lebih dari satu atau bermakna ganda

Hal – hal yang menyebabkan suatu kalimat menjadi ambigu:

1)      Pelepasan kata
2)      Keterangan mendahului
3)      Kontaminasi kerancuan
4)      Letak jeda
5)      Asal usul
·         Secara fonetik kegandaan makna terjadi karena adanya persamaan bunyi pada sebagian suku katanya.
 Contohnya:
 'beruang' bisa bermakna orang yang mempunyai uang atau nama binatang
·         Secara leksikal kegandaan makna terjadi karena adanya dua kata yang memiliki bentuk yang sama.
 Contohnya :
 'genting' bisa bermakna gawat atau nama atap.
·         Secara gramatikal kegandaan makna terjadi karena kata itu bergabung dengan kata-kata lain dan umumnya berbentuk kalimat.
Contohnya :
  1. Istri pegawai yang gemuk itu berasal dari Surabaya.
  2. Saya telah memiliki buku sejarah demokrasi yang baru.
  3. Sumbangan kedua sekolah itu telah kami terima.
Kalimat-kalimat di atas memiliki makna ambigu (ganda) sehingga dapat membingungkan orang yang membacanya.

Pada kalimat 1, siapakah yang gemuk, pegawai atau isteri pegawai? Kalimat itu memang mengandung dua makna:
  • pertama, yang gemuk adalah pegawai; atau
  • kedua. yang gemuk adalah isteri pegawai.
Pada kalimat 2, apanya yang baru, bukunya, sejarahnya, atau demokrasinya? Kalimat itu bisa bermakna ambigu:
  • pertama, bukunya yang baru;
  • kedua, sejarahnya yang baru; dan
  • ketiga, demokrasinya yang baru.
Pada kalimat 3, juga terdapat makna ambigu:
  • pertama. ada dua kali sumbangan yang diberikan oleh sekolah itu; atau
  • kedua. ada dua sekolah yang menyumbang.
Untuk menghindari ambiguitas makna, kalimat 1 dapat dirumuskan sbb.:
  1. Jika yang gemuk adalah isteri pegawai, maka dapat ditulis sbb.: Istri-pegawai yang gemuk itu berasal dari Surabaya. Penggunaan tanda hubung (-) dapat memperjelas bahwa kedua kata itu (isteri dan pegawai) merupakan satu kesatuan, sehingga kalimat itu bermakna yang gemuk adalah istri pegawai. Atau dapat pula dirumuskan sbb.: Pegawai yang isterinya gemuk itu berasal dari Surabaya.
  2. Jika yang gemuk adalah pegawainya, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Pegawai yang gemuk itu istrinya dari Surabaya.
Untuk kalimat 2:
  1. Jika yang baru adalah bukunya, ditulis sbb.: Saya telah memiliki buku-sejarah-demokrasi yang baru, atau Saya telah memiliki buku baru tentang sejarah demokrasi.
  2. Jika yang baru adalah sejarahnya, ditulis sbb.: Saya telah memiliki buku tentang sejarah-demokrasi yang baru.
  3. Jika yang baru adalah demokrasinya, ditulis sbb.: Saya telah memiliki buku sejarah tentang demokrasi yang baru.
Untuk kalimat 3:
  1. Jika yang dimaksud ada dua kali sumbangan, ditulis sbb.: Sumbangan yang kedua sekolah itu telah kami terima.
Jika yang maksud ada dua sekolah yang menyumbang, ditulis sbb.: Sumbangan kedua-sekolah itu telah kami terima.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Dcreators